Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Ahmad diceritakan bahwa Ketika hari keberangkatan Muadz bin Jabal untuk berdakwah ke Yaman telah tiba, rasa berat meninggalkan kampung halaman apalagi harus berpisah dengan Rasulullah membuatnya menangis. Rasulullah kemudian bertanya: “Mengapa engkau menangis?”. Muadz menjawab: “Wahai Rasulullah, aku menangis kerana akan berpisah denganmu”.
Menghadapi kenyataan ini, maka Rasulullah saw berpesan kepada Muadz yang sekaligus berpesan kepada kita semua. Baginda bersabda:
Janganlah bersedih, kerana sesungguhnya bersedih itu datangnya dari syaitan. Wahai Muadz, bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya, dan bergaullah kepada orang lain dengan akhlak yang baik. Wahai Muadz, ingatlah selalu kepada Allah azza wa jalla, baik ketika berada di daerah bebatuan, daerah penuh pepohonan maupun daerah perkotaan. (HR. Ahmad danTirmidzi)
Dari hadits di atas, dapat kita simpulkan bahwa untuk menjalani kehidupan dengan baik, Rasulullah saw berpesan empat hal kepada kita yang harus kita laksanakan dalam hidup ini.
Taqwa mempunyai pengertian yang luas. Dalam taqwa terkandung sikap hati- hati, bahkan takut jangan sampai melanggar larangan dan mengabaikan kewajiban. Sikap hati-hati itulah yang dapat mengaturkan manusia pada keselamatan hidup, baik selagi di dunia hingga di akhirat.
Suatu ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah itu taqwa? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian lah taqwa!”
Hakikat taqwa adalah kesungguhan dan berhati-hati terhadap apa yang dilarang Allah swt. Berhati-hati dalam mengatur hidup meninggalkan yang haram, melaksanakan yang wajib dan sunat. Orang yang bertaqwa adalah orang yang sungguh –sungguh untuk menjauhi segala larangan Allah dan berhati- hati sekali supaya tidak terjerumus di dalamnya.
Ketiga ialah ‘ikutilah keburukan dengan kebaikan’. Rasulullah memberikan gambaran, "Shalat lima waktu, Jum'at ke Jum'at, dan Ramadhan ke Ramadhan, menghapuskan dosa yang terjadi antara itu semua, asalkan tidak berbuat dosa besar." (HR. Muslim)
Untuk dosa besar memang ada catatan khusus. Wudhu', shalat, puasa, zakat, dan segala amalan kebaikan belum tentu dapat menghapuskan dosa besar secara automatik. Masih banyak jalan lain yang harus ditempuh, bahkan kadang harus menjalani ujian/hukuman langsung semasa masih hidup di dunia ini. Ada satu lagi cara Allah menghapuskan dosa atau kesalahan seseorang, iaitu dengan memberinya musibah. Sekecil apapun musibah yang diberikan kepada seseorang, tertusuk duri, misalnya, pasti ada kaffaratnya. Dalam hal ini Allah mengganti musibah itu dengan pengampunan jika musibah itu diterima dengan sikap sabar dan tawakkal.
Rasulullah bersabda, "Seorang mukmin tidak ditimpa kesedihan, duka cita, dan penyakit, bahkan gangguan yang berupa duri yang menusuknya, melainkan semua itu akan merupakan penebus kesalahan- kesalahannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika kesalahan-kesalahan yang kita lakukan kepada Allah bisa dihapus dengan berbagai amalan kebajikan, iaitu dengan memperbanyak ibadah dan amalan baik lainnya, maka kesalahan kepada manusia yang berupa pelanggaran hak-haknya, itupun dapat dihapuskan dengan cara yang sama. Pertama, meminta maaf kepada yang bersangkutan. Kedua, menyertakan kebaikan setelah kesalahan. Orang akan menerima permohonan maaf kita dengan lapang dada jika nampak ada i'tikad baik dari kita untuk memperbaiki diri dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sebaliknya, biar kita minta maaf beribu kali tapi jika tidak nampak ada i'tikad baik, maka permintaan maaf itu akan disambut dengan dingin, bahkan ditolak mentah-mentah.
Perbuatan baik kepada orang lain adalah mempergauli manusia dengan baik yakni pesanan Rasulullah S.A.W yang keempat. Kebaikan yang dimaksud di sini adalah akhlaqu karimah. Kepada yang kecil kita menyayangi, kepada yang lebih tua kita menghormati. Itulah hak orang lain atas diri kita. Kewajiban kita adalah melaksanakan hak-hak tersebut. Dalam rangka mempergauli manusia dengan akhlak yang baik, telah diatur dan dicontohkan bagaimana suami harus berakhlak baik kepada isteri, begitu juga dengan isteri kepada suami. Orang tua harus berakhlak baik kepada anak, begitu juga dengan anak kepada orang tuanya dan begitulah seterusnya harus berakhlak baik kepada sesama manusia seperti kepada tamu, tetangga dan yang pentingnya mad’u. Akhlak yang baik pada diri kita merupakan cermin dari keimanannya yang sempurna=)
Allahua’lam
Menghadapi kenyataan ini, maka Rasulullah saw berpesan kepada Muadz yang sekaligus berpesan kepada kita semua. Baginda bersabda:
Janganlah bersedih, kerana sesungguhnya bersedih itu datangnya dari syaitan. Wahai Muadz, bertaqwalah kepada Allah dimanapun engkau berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan, niscaya kebaikan akan menghapuskannya, dan bergaullah kepada orang lain dengan akhlak yang baik. Wahai Muadz, ingatlah selalu kepada Allah azza wa jalla, baik ketika berada di daerah bebatuan, daerah penuh pepohonan maupun daerah perkotaan. (HR. Ahmad danTirmidzi)
Dari hadits di atas, dapat kita simpulkan bahwa untuk menjalani kehidupan dengan baik, Rasulullah saw berpesan empat hal kepada kita yang harus kita laksanakan dalam hidup ini.
Taqwa mempunyai pengertian yang luas. Dalam taqwa terkandung sikap hati- hati, bahkan takut jangan sampai melanggar larangan dan mengabaikan kewajiban. Sikap hati-hati itulah yang dapat mengaturkan manusia pada keselamatan hidup, baik selagi di dunia hingga di akhirat.
Suatu ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah itu taqwa? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian lah taqwa!”
Hakikat taqwa adalah kesungguhan dan berhati-hati terhadap apa yang dilarang Allah swt. Berhati-hati dalam mengatur hidup meninggalkan yang haram, melaksanakan yang wajib dan sunat. Orang yang bertaqwa adalah orang yang sungguh –sungguh untuk menjauhi segala larangan Allah dan berhati- hati sekali supaya tidak terjerumus di dalamnya.
Ketiga ialah ‘ikutilah keburukan dengan kebaikan’. Rasulullah memberikan gambaran, "Shalat lima waktu, Jum'at ke Jum'at, dan Ramadhan ke Ramadhan, menghapuskan dosa yang terjadi antara itu semua, asalkan tidak berbuat dosa besar." (HR. Muslim)
Untuk dosa besar memang ada catatan khusus. Wudhu', shalat, puasa, zakat, dan segala amalan kebaikan belum tentu dapat menghapuskan dosa besar secara automatik. Masih banyak jalan lain yang harus ditempuh, bahkan kadang harus menjalani ujian/hukuman langsung semasa masih hidup di dunia ini. Ada satu lagi cara Allah menghapuskan dosa atau kesalahan seseorang, iaitu dengan memberinya musibah. Sekecil apapun musibah yang diberikan kepada seseorang, tertusuk duri, misalnya, pasti ada kaffaratnya. Dalam hal ini Allah mengganti musibah itu dengan pengampunan jika musibah itu diterima dengan sikap sabar dan tawakkal.
Rasulullah bersabda, "Seorang mukmin tidak ditimpa kesedihan, duka cita, dan penyakit, bahkan gangguan yang berupa duri yang menusuknya, melainkan semua itu akan merupakan penebus kesalahan- kesalahannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Jika kesalahan-kesalahan yang kita lakukan kepada Allah bisa dihapus dengan berbagai amalan kebajikan, iaitu dengan memperbanyak ibadah dan amalan baik lainnya, maka kesalahan kepada manusia yang berupa pelanggaran hak-haknya, itupun dapat dihapuskan dengan cara yang sama. Pertama, meminta maaf kepada yang bersangkutan. Kedua, menyertakan kebaikan setelah kesalahan. Orang akan menerima permohonan maaf kita dengan lapang dada jika nampak ada i'tikad baik dari kita untuk memperbaiki diri dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sebaliknya, biar kita minta maaf beribu kali tapi jika tidak nampak ada i'tikad baik, maka permintaan maaf itu akan disambut dengan dingin, bahkan ditolak mentah-mentah.
Perbuatan baik kepada orang lain adalah mempergauli manusia dengan baik yakni pesanan Rasulullah S.A.W yang keempat. Kebaikan yang dimaksud di sini adalah akhlaqu karimah. Kepada yang kecil kita menyayangi, kepada yang lebih tua kita menghormati. Itulah hak orang lain atas diri kita. Kewajiban kita adalah melaksanakan hak-hak tersebut. Dalam rangka mempergauli manusia dengan akhlak yang baik, telah diatur dan dicontohkan bagaimana suami harus berakhlak baik kepada isteri, begitu juga dengan isteri kepada suami. Orang tua harus berakhlak baik kepada anak, begitu juga dengan anak kepada orang tuanya dan begitulah seterusnya harus berakhlak baik kepada sesama manusia seperti kepada tamu, tetangga dan yang pentingnya mad’u. Akhlak yang baik pada diri kita merupakan cermin dari keimanannya yang sempurna=)
Allahua’lam
No comments:
Post a Comment